Minggu, 22 Juni 2014

CONTRASTING CLASSICAL AND OPERANT CONDITIONING




Classical conditioning
Pengertian classical conditioning
Merupakan teori belajar dengan mengasosiasikan antara stimulus dan respon.
Komponen classical conditioning
UCS (Unconditioned Stimulus) : stimulus yang tidak dipelajari.
UCR (Unconditioned Respon) : respon yang tidak dipelajari.
CS (Conditioned Stimulus) : stimulus yang dipelajari atau dikondisikan.
CR (Conditioned Respon) : respon yang muncul karena pengkondisian atau dipelajari
Contoh kasus
waktu kecil saya menyukai paman saya, dia selalu membuat saya merasa bahagia.  Paman saya memakai parfum lavender, bila saya mencium bau lavender saya merasa gembira seketika
pada classical conditioning UCS ( unconditioned stimulus ) dipasangkan dengan CS ( condisioned stimulus ) yang berdiri sendiri pada perilaku individu.
operant conditioning

Operant Conditioning  disebut juga  ‘‘learning by consequences’, yaitu belajar dari konsekuensi tindakan.
Ada 2 keadaan dalam operant conditioning :
- Keadaan yang menyenangkan disebut reinforcing stimuli or reinforcers
- keadaan yang tidak menyenangkan  disebut  punishing  stimuli or punishers.
Operant Conditioning juga dikenal dengan istilah Instrumental Conditioning.
Contoh kasus
kalau orangtua mengajar anaknya, dia kan menghukum bila anaknya melakukan perilaku buruk tetapi bila perilakunya baik maka dia tidak melakukan apa-apa.
Jadi,perbedaan nya adalah Kalau Classical Conditioning adalah asosiasi dua stimulus sedangkan Operant Conditioning adalah asosiasi stimulus (rangsangan) dan respon.
discrimination
Stimulus discrimination adalah proses yang terjadi jika 2 stimulus cukup berbeda satu sama lainnya dimana 1 stimulus membangkitkan suatu respons terkondisi namun stimulus yang lain tidak (kemampuan untuk membedakan 2 stimulus atau lebih)
Generalization
Stimulus generalization adalah proses dimana, setelah suatu stimulus dikondisikan untuk menghasilkan suatu respons tertentu, stimulus yang mirip dengan stimulus asli menghasilkan respons yang sama (rangsangan baru mirip dengan rangsangan yang dikondisikan).

Rabu, 18 Juni 2014

OPERANT CONDITIONING



Operant conditioning adalah pembelajaran di mana konsekuensi dari perilaku menyebabkan perubahan dalam probabilitas kejadian.
3 cara dimana konsekuensi keinginan dan ketidak inginan dari kelakuan berpengaruh pada kelakuan di masa yang akan datang :
1.      Positive Reinforcement
2.      Negative Reinforcement
3.      Punishment
1.     POSITIVE REINFORCEMENT
Positive Reinforcement muncul pada saat konsekuensi dari kelakuan menuju pada peningkatan dalam kemungkinan bahwa kita terlibat di kelakuan kedepannya. Di positive reinforcement, konsekuensi oleh kelakuan adalah positive. Sehingga kelakuannya terlibat lebih sering.
Ada 2 masalah penting di pemakaian positive reinforcement yang perlu di ketahui :
1.      Timing
Positive reinforcer harus diberikan waktu yang singkat dalam mengikuti respon, jika tidak pembelajaran tersebut akan menjadi lambat. Phenomenom tersebut adalah delay of reinforcement.
2.      Consistency in the delivery of reinforcement 
Positive reinforcement harus di berikan secara konsisten setelah respon.
Primary and Secondary Reinforcement
2 jenis reinforcement harus dibedakan: primary dan secondary reinforcement. Primary reinforcement tidak diperoleh dari pembelajaran. Makanan, air, kehangatan, novel stimulation, aktivitas fisik dan sexual gratification adalah contoh dari positive reinforcement. Secondary reinforcement sangat berperan penting dalam operant conditioning yang di pelajari melalui classical conditioning. Pujian adalah salah satu contoh dari secondary reinforce.

Schedules of Positive Reinforcement
Kita selalu membicarakan positive reinforcement seakan-akan setiap respon selalu diikuti oleh reinforce, situasi ini disebut dengan continuous reinforcement. Sebagai tambahan di dalam continuous reinforcement, psychologist mendeskripsikan 4 jenis schedules of reinforcement dan menunjukkan efek dari setiap behavior.
1.      Fixed ratio
2.      Variable ratio
3.      Fixed interval
4.      Variable interval

2.  REINFORCEMENT NEGATIVE
Reinforcement negative (penguatan negatif) adalah peningkatan suatu frekuensi terhadap suatu perilaku yang positif karena hilangnya sebuah rangsangan yang merugikan (tidak menyenangkan). Sebagai contoh,  seorang ibu yang memarahi anaknya setiap pagi karena tidak membersihkan tempat tidur, tetapi suatu pagi si anak tersebut membersihkan tempat tidurnya tanpa di suruh dan si ibu tidak memarahinya, pada akhirnya si anak akan semakin rajin membersihkan tempat tidurnya diringi dengan berkurangnya frekuensi sikap kemarahan dari ibunya.
Ada 2 tipe dari penguatan negatif:
1.      Escape Conditioning
Yaitu pengkondisian yang terjadi dikarenakan individu keluar dari sesuatu yang negatif.
2.      Avoidance Conditioning
Yaitu suatu kondisi yang dilakukan dengan cara menghindar dari sesuatu yang negatif.

3.     PUNISHMENT 
            Punishment  adalah merupakan konsekuensi negatif yang mengarah pada pengurangan frekuensi perilaku yang menghasilkannya.


Tingkah laku Seksual Menyimpang


Tingkah laku seksual menyimpang adalah aktifitas seks atau pemenuhan kebutuhan seks yang dilakukan dengan tidak wajar. Beberapa jenis tingkah laku seksual menyimpang:
a.      Transvestism
Transvestism adalah jenis gangguan seksual dimana orang yang mengalami transvestism seksual ini akan mendapat rangsangan seksual saat menggunakan pakaian lawan jenisnya.
b.      Fetishism
Tingkah laku seksual berikutnya adalah fetishism. Penderita fetishism yang biasanya adalah lelaki akan mengambil atau mencuri barang orang lain, dapat berupa celana dalam, bra, atau sepatu, ditentukan oleh bagian tubuh mana yang menurut fetishist (penderita fetishism) merangsangnya.
c.       Sexual Sadism dan Masochism
Sexual sadism adalah praktek untuk mendapat kesenangan atau kepuasan seksual dengan cara  menyakiti pasangannya.
d.      Voyeurism dan Exhibitionism
Voyeurism merupakan praktek untuk memenuhi kesenangan seksual dengan cara melihat lawan jenis telanjang, sedang mandi, atau melakukan hubungan seksual.
e.       Forced Sexual Behavior
Forced sexual behavior adalah perilaku seksual yang memaksa orang lain atau objek seksualnya untuk melakukan hubungan seksual.
A.   DISFUNGSI SEKSUAL DAN KESEHATAN SEKSUAL
1.      Gangguan hasrat seksual
Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hormone-testosteron, kesehatan tubuh, faktor psikis dan pengalaman seksual sebelumnya. Jika di antara faktor tersebut ada yang menghambat atau faktor tersebut terganggu, maka akan terjadi ganggaun dorongan seksual (GDS) (Pangkahila, 2007), berupa:
2.      a. Gangguan Nafsu seksual hipoaktif
dorongan seksual hipoaktif ialah berkurangnya atau hilangnya fantasi seksual dan dorongan secara persisten atau berulang yang menyebabkan gangguan yang nyata atau kesulitan interpersonal.

b. Gangguan Aversi seksual
Di duga lebih dari 15%  pria dewasa mengalami dorongan seksual hipoaktif. Pada usia 40-60 tahun, dorongan seksual hipoaktif merupakan keluhan terbanyak. Pada dasarnya GDS disebabkan oleh faktor fisik dan psikis, antara lain adalah kejemuan, perasaan bersalah, stres yang berkepanjangan, dan pengalaman seksual yang tidak menyenangkan (Pangkahila, 2006).
2. Gangguan Rangsangan Seksual
Yang termasuk dalam gangguan rangsangan seksual wanita adalah vaginismus dan dyspareunia. Vaginismus adalah keadaan dimana dinding vagina terlalu sempit untuk dimasuki penis secara nyaman. Dyspareunia adalah gangguan seksual dimana perempuan mengalami rasa sakit saat sedang melakukan hubungan badan. Biasanya, vaginismus dan dyspareunia terjadi bersamaan dengan gangguan orgasme dan kecemasan yang berhubungan dengan sex.
Yang termasuk dalam gangguan rangsangan seksual pada pria adalah  disfungsi ereksi (Erectile Dysfunction) atau sering disebut dengan impoten, yang berarti ketidakmampuan mencapai atau mempertahankan ereksi penis yang cukup untuk melakukan hubungan seksual dengan baik.